second phase of the short tale Ophelia

β€” π™π™šπ™‘π™šπ™₯π™–π™©π™ž β€”

key ౨ৎ
2 min readDec 16, 2023

--

Navier, Navier, dan Navier. Nama yang berputar didalam kepala Ophelia. Semuanya terasa fatamorgana. Mengapa nama itu selalu berputar? Sedangkan sang pemilik nama tidak memiliki kata Ophelia di benaknya. Bukankah ini hanya membuang tenaga dan pikiran bagi Ophelia yang malang itu?

Kehidupan di dalam sungai, tentram sekali rasanya. Walau Ophelia’s River terlihat dangkal, nyatanya tidak bagi Naiads. Mereka bahkan dapat membangun rumah hingga monumen tinggi yang cantik, namun terlihat seperti tak nyata jika dilihat memalui permukaan. Mereka termasuk pada Naiads dengan jenis Potamida, mengingat bahwa mereka tinggal di sungai.

Ophelia, pemilik rambut merah itu meninggalkan tempat tidurnya. Rambut dan baju putih polos yang ia kenakan bagai menari dengan air saat ia berjalan. Ophelia lebih memilih untuk berjalan saja dibanding berenang di hari melelahkan kali ini.

Wajahnya sedikit murung, ia bingung mengapa pria aneh yang ia temui seperti berenang di pikirannya. Lagipula, untuk apa memikirkannya jika ia tak memikirkan kita. Ia bisa di cap orang gila jika begini terus-menerus

Untuk kesehatan jasmani dan rohani Ophelia supaya ia tak menjadi gila dengan adanya Navier di kepalanya, ia memilih untuk telepati dengan pria sialan itu seraya menuju ke permukaan. Bukan untuk menemui Navier, melainkan bersandar di dekat patung indah tanpa wajah.

β€œEdevane,” Ophelia melemparkan telepati pada Navier.

β€œJawab aku, Edevane.”

β€œAku Ophelia.”

Rasanya, kepala dan hati Navier diserang oleh perkataan Ophelia yang terus menerus mengirim telepati semenjak Navier tidak membalas seraya bersantai di ruangan. Navier tidak menyalahkan Ophelia dan membiarkannya terus menerus mengirimkan telepati. Bukan bermaksud kejam, namun Navier terlihat menyukai panggilan Edevane yang menyapa ramah indera pendengaran.

Menyadari perbuatan itu mungkin terdengar kejam dengan mendiamkannya, pada hitungan kelima setelah Ophelia meminta Navier untuk membalas telepati maka Navier langsung memberikan feedback dengan menyelipkan sedikit khawatir. β€œIya, Ophelia.”

Akhirnya, akhirnya, dan akhirnya.

β€œKamu gamau ketemuan?? Nanti aku kasih salam,” tak lain dan tak bukan, salam yang dimaksud adalah daun yang digunakan untuk memasak. Navier tidak mengharapkan untuk mendapat salam namun, kali ini ia tertarik dengan ajakan manis Ophelia.

β€œSalam?”

β€œSalam!” Ophelia bersemangat.

Sambil telepati, sebenarnya Navier menonton dan mengamati gadis-nya yang sedang duduk di bawah pohon besar sedari tadi dari jendela besar yang ada diruangannya. Badan Ophelia terlihat kecil. Mengingatkan Navier terhadap kelinci.

β€œKamu mau barter? Aku bawa wortel.”

Ophelia kebingungan, memiringkan wajah sebesar empat puluh derajat. Ekspresi itu tentu diperhatikan oleh Navier. β€œUntuk apa?”

β€œKamu mirip kelinci, mungkin makan juga mirip kelinci,” walau melalui telepati, suara manly itu tetap memenuhi kepala dan indera pendengaran bagai bisikan angin.

Alhasil membuat wajah Ophelia memerah, ia sudah seperti tomat yang di rebus. Ia harus mempersiapkan jiwa dan raga jika Navier datang. Bisa-bisa Ophelia di goreng oleh Navier seorang.

Pada akhirnya, Ophelia denial dengan diri sendiri.

--

--

key ౨ৎ
key ౨ৎ

Written by key ౨ৎ

0 Followers

meet me on twitt ! @lanaiades 🌷

No responses yet